Senin, 20 Juni 2011

QUANTUM TEACHING
( Pembelajaran Yang Menyenangkan )
Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Bila kita mencoba melakukan penelitian atau survey ke setiap sekolah terutama pada jenjang pendidikan dasar, menengah bahkan mungkin di jenjang pendidikan tinggi. Ketika loceng tanda masuk kelas berbunyi, umumnya para peserta didik mengucapkan kata "Uuuh!", sambil berbondong masuk kelas dengan wajah kurang gairah, menandakan mereka kurang semangat untuk belajar. Sebaliknya bila terdengar bunyi loceng tanda istirahat atau pulang, hampir seluruh peserta didik mengucapkan kata "Asyiiik!" atau "Horeee!", pertanda mereka gembira alias senang karena akan segera keluar dari ruangan kelas. Bila memang demikian adanya yang terjadi di setiap sekolah, hal ini merupakan indikasi bahwa kegiatan belajar mengajar di ruang kelas tidak begitu menyenangkan alias membosankan peserta didik. Sikap mereka ketika berada di dalam kelas bagaikan sikap para nara pidana di dalam penjara. Masuk ogah keluar gairah.
            Pada peristiwa lain di dalam aktifitas remaja/pemuda yang nota bene para pelajar dan mahasiswa, bila mereka pergi menonton suatu show artis dan grup band terkenal atau ketika mereka pergi menyaksikan pertandingan sepakbola kesebelasan kesayangannya, mereka masuk ke tempat pertunjukkan atau ke stadion sepak bola dengan antusias penuh gairah, rela berdesak-desakan berebut ingin segera masuk. Ketika acara selesai seolah-olah mereka enggan meninggalkan tempat pertunjukkan /pertandingan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka merasa enjoy/ happiness.
            Bila demikian halnya, guru merupakan pemeran  utama yang harus menjadi daya tarik peserta didik untuk mengikuti KBM dengan penuh gairah dan antusias. Banyak teori yang dikemukan oleh para pakar atau praktisi pendidikan yang membahas metode pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu metode mutakhir tentang pembelajaran yang menyenangkan adalah Quantum Teaching. Metode Quantum Teaching berawal dari sebuah upaya Dr. George Lozanov seorang pendidik asal Bulgaria yang melakukan eksperimen dengan sugestologi yang pada prinsipnya menyatakan bahwa sugesti dapat mempengaruhi hasil belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, Bobbi DePorter murid Lazanov mengembangkan teori Quatum Teaching dengan mengadopsi teori-teori lainnya seperti teori sugesti, teori otak kanan dan otak kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, audiotorial dan kinestetik) serta teori pendidikan holistic.
            Namun penulis berasumsi, gairah tidaknya peserta didik mengikuti KBM di dalam kelas sangat dipengaruhi oleh kondisi mental, emosional serta psikologis pendidik. Bila kondisi psikis dan mental pendidik dalam keadaan gairah, senang dan penuh semangat untuk mengajar, maka akan berpengaruh besar membangkitkan semangat dan gairah belajar peserta didik. Kondisi psikis pendidik akan senang bila keadaan ekonominya tidak terlilit utang, penampilan pendidik di hadapan peserta didik tidak akan terlihat murung bila pikirannya tidak bingung.  Penampilan pendidik akan selalu menarik sehingga menimbulkan simpatik peserta didik bila jiwanya tidak panik. Tapi bila pendidik pikirannya bingung niscaya penampilannya akan murung, bila pendidik banyak utang sulit tampil dihadapan peserta didik menyenangkan bahkan mungkin dihadapan mereka akan bersikap uring-uringan. Bila perasaan hati pendidik sedang susah memikirkan utang yang melimpah, sulit untuk mengajar penuh gairah, malah mungkin akan sering marah kepada peserta didik yang dianggap salah.
             
            Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka bagi pendidik dan keluarganya harus mampu menahan diri untuk tidak terjebak oleh sikap mental konsumtif, materialistis dan hedonis. Sebab bila sikap tersebut telah merasuk pada diri seseorang, berapapun penghasilannya sulit untuk memenuhi keinginannya, akan selalu kurang dan kurang.
            Bagaimanapun teori Quantum Teaching atau metode PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) dikuasai oleh guru, tapi bila kondisi psikis, mental dan emosional guru dipenuhi berbagai macam masalah, dirundung bingung, dililit utang yang menjepit. Sulit kiranya guru tersebut menciptakan suasana KBM yang menyenangkan. ***

Rabu, 08 Juni 2011

MENGAPA BENTROK DAN BERMUSUHAN MEWARNAI KEHIDUPAN?


Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” Q.S. Al Hujurat :10
“ Janganlah kamu saling membenci, berdengki-dengkian, saling berpalingan. Dan jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dibolehkan seorang muslim tidak bertegur sapa terhadap saudaranya lebih dari tiga hari.” H.R. Muslim
            Tiada hari tanpa rusuh, tiada hari tanpa bentrok. Inilah realita kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini di Indonesia. Sungguh ironis dan kontradiksi negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia tetapi sikap saling menyayangi, saling menghormati dan saling menghargai dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara semakin lenyap dalam realita. Ajaran Islam sangat menjunjung tinggi sikap persaudaraan melarang keras permusuhan yang mengakibatkan kerusuhan, menganjurkan persahabatan melarang pertentangan yang menimbulkan peperangan.
            Setiap ada perbedaan faham, silang pendapat, berlainan keinginan dan kepentingan baik yang bersifat individu maupun kelompok hampir selalu diakhiri dengan kerusuhan dan bentrokan. Perbedaan pendapat suami istri di dalam rumah tangga sering melahirkan perceraian, perbedaan pendapat di masyarakat banyak menimbulkan kerusuhan, perbedaan kepentingan antar tokoh politik banyak menyebabkan konplik dan polemik. Perbedaan kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat banyak mengundang demo anarkhistis. Di dalam rumah tangga suami istri sering cekcok, di lapangan sepak bola perkelahian antara para pemain sepak bola atau antar para suporternya sering terjadi, di gedung parlemen suka terjadi adu  mulut dan adu jotos antar anggota legislatif, di sekolah atau di kampus sering terjadi tawuran antara pelajar, antar mahasiswa, dilingkungan masyarakat banyak terjadi bentrok antar kampung atau antar etnis, di dunia preman timbul bentrokan antar geng. Factor pemicunya kadang-kadang masalah sepele. Pendek kata berbagai macam bentuk kerusuhan, kericuhan dan bentrokan dewasa ini menjadi tontonan gratis yang ditangankan oleh setiap statsiun TV dan menjadi berita utama di media cetak. Sungguh mengerikan, karena buah dari berbagai bentuk kericuhan, kerusuhan dan bentrokan telah mengorbankan puluhan bahkan ratusan nyawa melayang.
            Mengapa ini semua terjadi? Tentu sulit mencari jawaban pasti karena bukan soal ilmu eksak yang dapat dijawab dengan rumus matematis. Namun bukan berarti tidak bisa dijawab dan dicarikan solusinya. Ada beberapa penyebab yang menjadi pemicu lahirnya berbagai kerusuhan dan bentrokan, antara lain :
1.      Orang lebih mengikuti emosi dan hasutan hawa nafsunya. Bila setiap orang sudah didominasi oleh bujukan hawa napsu maka kejahatanlah yang muncul dari segala aktifitasnya. Jangankan perbuatan jahat perbuatan baikpun akan melahirkan keburukan apa bila dilakukan oleh orang yang didominasi oleh hawa nafsunya. Hal ini dengan tegas tercantum dalam Q.S. Yusup : 53.  “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
2.      Iman tidak tertanam dengan sempurna dalam hati nurani. Bila iman tertanam sempurna dalam hati nurani mustahil orang berkata dan berbuat yang  dapat merugikan orang lain. Rosulullah saw bersabda :” orang beriman adalah yang membuat orang lain merasa aman dengan ucapan dan perbuatannya.”
3.      Penyakit Wahn (terlalu mencintai dunia dan melupakan akherat) telah merasuk pada sebagian besar jiwa orang. Segala konplik, pertentangan, permusuhan yang menimbulkan kericuhan, keributan, bentrokan umumnya dilatarbelakangi oleh kompetisi berebut tahta, harta dan mungkin wanita. Triple TA inilah yang membuat orang buta mata dan buta hati.
4.      Banyak orang yang tergoda bujuk rayu syetan yang senantiasa berusaha mencelakan dan menyengsarakan orang baik di dunia maupun di akherat kelak. Allah berfirman dalam Al Qur’an :” Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” Q.S. Al Baqarah : 168-169
Bila hal-hal tersebut di atas senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat, maka yakin berbagai konplik, pertentangan dan permusuhan yang melahirkan kerusuhan, bentrokan bahkan peperangan akan menghantui perjalanan hidup manusia baik secara pribadi, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.
Solusi terbaik untuk mengatasi berbagai bentrokan dan kerusuhan yang merugikan banyak pihak adalah keempat hal tersebut di atas kita hindari dan jauhi dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. Patuhi  rambu-rambu hukum yang berlaku, taati norma-norma agama berdasarkan wahyu Illahi. Bila hal ini tidak direalisasikan oleh semua pihak, niscaya kerusuhan akan senantiasa mewarnai kehidupan, bentrokan akan sulit dielakan, keamanan dan ketentraman akan sulit dirasakan.

Pendidikan Berwawasan Budi Pekerti


Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN Jati 1 Batujajar Bandung Barat
Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 Amandemen, menugaskan kepada pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur oleh undang-undang. Salah satu penjabaran dari isi pasal tersebut di atas tertuang dalam TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang menyatakan “ Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang menekankan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan spiritual serta amal kebajikan.
            Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 3 ditegaskan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdeskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.  
            Sejalan dengan isi UU diatas maka lahir Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 adalah memantapkan pendidikan budi pekerti dalam rangka pembinaan akhlak mulia termasuk etika dan estetika sejak dini di kalangan peserta didik dan pengembangan wawasan kesenian, kebudayaan dan lingkungan hidup.
            Ditegaskan pula dalam Visi Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009, Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025, bahwa “Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar yaitu :
  1. Dimensi afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budu pekerti luhur serta kepribadian unggul dan kompetensi estetis.
  2. Dimensi kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
  3. Dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinsestetis.
            Sesuai dengan amanat peraturan perundangan tersebut di atas maka idealnya seluruh komponen tenaga pendidikan pada semua jenjang dan jenis lembaga pendidikan hendaknya mengupayakan terciptanya  pribadi-pribadi adilungan, berakhlak mulia dan berbudi pekerti terpuji.
            Untuk mencapai tujuan mulia di atas jelas tidak mudah, apalagi pada era dimana mayoritas masyarakat cenderung lebih mementingkan hal-hal yang bersifat materialistik, hedonistik, upaya untuk mencapai tujuan mulia di atas sungguh sangat berat dan sulit.
            Oleh karena itu diperlukan kesatupaduan pandangan, persepsi dan komitmen semua pihak terkait dengan bidang pendidikan yang didukung oleh tekad yang kuat, kebijakan yang konsisten, pelaksanaan yang konsekuen didukung oleh sarana prasarana yang memadai. Hal yang sangat esensial untuk tercapainya tujuan dan cita-cita di atas adalah keteladanan pemimpin, guru, orang tua dan pembiasaan peserta didik berbudi pekerti luhur sejak usia dini.
            Sebelum membahas langkah-langkah yang mesti ditempuh untuk membina generasi berbudi pekerti, perlu kita pahami apa yang dimaksud budi pekerti. Budi Pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tingkah laku, akhlak dan watak. Budi merupakan alat batin yang memandu akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk, benar salah, watak, perbuatan, daya upaya dan akal sehingga menentukan kualitas diri  seseorang yang tercermin dalam ucapan dan perbuatannya. Budi pekerti berkaitan erat dengan sikap dan perilaku dalam hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan alam sekitar.
            Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa budi pekerti berkaitan erat dengan adab yang menunjukkan sifat batin manusia, misalnya keinsyafan tentang kesucian, kemerdekaan, keadilan, ketuhanan, cinta kasih dan kesosialan.
            Nilai-nilai budi pekerti antara lain meliputi : adil, amanah, antisipasif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berpikir jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bijaksana, cerdas, cermat, cinta ilmu, dedikasi, demokratis, dinamis, disiplin, efesien, efektif, empati, gigih, giat, hemat, hormat, hati-hati, harmonis, iman, ikhlas, istighfar, inisiatif, inovatif, jujur, kasih sayang, keras kemauan, ksatria, komitmen, konstruktif, konsisten, kooperatif, kreatif, lapang dada, lemah lembut, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, menghargai, menjaga, nalar(logis), optimis, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, percaya diri, produktif, proaktif rajin, ramah, rasa indah, rasa malu, rasional, rela berkorban, rendah hati, sabar, saleh, setia, sopan santun, sportif, susila, syukur, takwa, taat, teguh, tangguh, tanggungjawab, tawakal, tegar, tegas, tekun, tenggang rasa, terbuka, tertib, terampil, tekun, tobat, ulet, unggul, wawasan luas, wirausaha, yakin.
            Nilai-nilai budi pekerti di atas mudah untuk diucapkan tapi sulit diamalkan. Seorang pendidik untuk menjelaskan nilai-nilai tersebut di atas tidak memerlukan waktu yang relatif lama, satu atau dua kali tatap muka dengan peserta didik dapat dengan mudah menjelaskannya. Tapi apabila nilai-nilai budi pekerti tersebut di atas ingin nampak dalam kepribadian sehari-hari memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk merealisasikannya memerlukan manajemen dalam arti memanfaatkan dan memberdayakan segala sumber daya manusia dan benda secara efektif, efesien, kontinyu dan konsisten.
            Implementasi Manajemen Sekolah Berwawasan Budi Pekerti hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan integral sistemik. Perangkat-perangkat yang ada meliputi perangkat keras (hardware) seperti sarana dan prasarana sekolah, perangkat lunak (software) seperti kurikulum, media pembelajaran, dan perangkat pikir (brainware) seperti kemampuan pengembangan pemikiran, tidak bisa berdiri sendiri, terpisah satu dengan lainnya, tetapi semuanya harus saling terkait dan saling mendukung.   Bila ketiga perangkat tersebut tidak disinergiskan dan bersifat farsial maka penanaman nilai-nilai budi pekerti dalam kepribadian sehari-hari pada peserta didik sulit direalisasikan.
            Penciptaan situasi dan kondisi sekolah yang kondusif hendaknya terwujud dalam rangka  mendukung terbentuknya perilaku dan tindakan siswa yang berakhlak mulia,berbudi pekerti luhur. Secara umum, suasana kondusif itu terkait dengan teraplikasinya dimensi-dimensi dasar manusia, yang meliputi :
  1. Dimensi fisiologis yaitu tekait dengan penampilan (performance) fisik guru dan stap yang setiap hari menjadi perhatian  siswa.
  2. Dimensi intelektual, menunjukkan kemampuan nalar guru untuk menjawab segala pertayaan yang diajukan siswa.
  3. Dimensi emosional, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dan berempati kepada siswa.
  4. Dimensi spiritual, yaitu nampaknya sifat-sifat keimanan dan ketakwaan dalam ucapan dan tindakan guru
  5. Dimensi sosial yaitu kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa sehingga merangsang sikap simpatik siswa kepada guru.
            Berhasil tidaknya membentuk kepribadian siswa yang memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur sangat tergantung pada niat, tekad dan kesungguhan serta keikhlasan dari semua pihak : Kepala Sekolah, Guru, dan stakehoder lainnya (orang tua, masyarakat dan pemerintah). Perlu kiranya semua pihak mengakui bahwa dewasa ini kepribadian siswa sangat memprihatinkan, sulit kita menemukan para siswa dari mulai siswa TK sampai mahasiswa di Perguruan Tinggi yang memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, bahkan sebaliknya terlalu banyak kita saksikan generasi muda kita yang mengalami dekadensi moral. Kondisi ini perlu perhatian serius dari semua pihak dan harus dicari solusi untuk mengatasinya. Harus kita yakini bersama bahwa kehancuran kehidupan masyarakat suatu bangsa penyebab utamanya adalah kehancuran akhlak dan moral masyarakat bangsa tersebut. Sebelum negara kita mengalami kebangkrutan marilah kita antisipasi dengan cara semua pihak : sekolah, masyarakat, dan aparat pemerintah berusaha menjadi uswatun hasanah bagi generasi penerus bangsa. Kita warisi mereka dengan nilai-nilai akhlak mulai dan budi pekerti luhur. Seluruh komponen bangsa tidak boleh berpangku tangan dan apatis menyaksikan fenomena nilai-nilai akhlak mulia yang semakin sirna dalam kehidupan nyata.
Salah satu penyebab lunturnya nilai-nilai budi pekerti mulia adalah kurangnya figur keteladanan dari para orang tua, guru, pejabat pemerintah dan masyarakat umum.
Perlu kita sadari bahwa :
“Mewarisi generasi dengan budi pekerti terpuji lebih mudah daripada mewarisi mereka dengan materi duniawi.”
“Meneladani generasi muda dengan akhlak mulia lebih utama daripada memberikan harta benda”
           

Cultural Lag dan Mestizo Cultural Bahaya Yang Mengancam




Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat


            Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Hal ini disebabkan sifat masyarakat yang dinamis dan bergerak seiring dengan perubahan zaman serta akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses perubahan sosial dapat berlangsung secara cepat atau lambat. Cepat lambatnya perubahan sosial di setiap masyarakat berbeda-beda. Perubahan pada masyarakat kota akan lebih cepat dibanding dengan masyarakat di desa. Perubahan di negara Eropa lebih cepat dibanding di negara-negara Asia atau Afrika. Perubahan sosial pada masyarakat ada yang berdampak positif mendorong kebaikan serta kemajuan dan banyak pula yang berdampak negatif  menjerumuskan pada keburukan dan kemunduran. Ada dua akibat  perubahan sosial yang berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat yaitu Cultural Lag dan Mestizo Cultural (Vina Dwi Laning 2008).
            Cultural Lag adalah suatu kondisi dimana terjadinya kesenjangan antara berbagai bagian dalam suatu kebudayaan. Hal ini disebabkan perubahan pada suatu bidang tidak diimbangi oleh perubahan pada bidang lainnya. Misalnya perkembangan pesat dibidang IPTEK tidak diimbangi dengan peningkatan IMTAK pada masyarakat dapat menimbulkan ekses negatif bagi peradaban manusia. Perkembangan teknologi komunikasi internet misalnya, bila tanpa diimbangi dengan kematangan moral spiritual setiap individu akan menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat. Komunikasi yang bebas tanpa batas melalui internet idealnya perlu diimbangi sikap bijak dalam menghadapi pengaruhnya. Segala macam ragam informasi via internet baik yang positif maupun yang negatif dapat dengan cepat diakses oleh siapa saja. Jika tidak difilter dalam diri individu maka akan jadi bumerang bagi individu itu sendiri, masyarakat dan bangsa. Contoh, paham-paham Barat yang ditawarkan via internet, kejahatan-kejahatan dunia maya yang kerap terjadi, pembobolan kartu kredit melalui jaringan internet, penipuan, perusakan file penting suatu lembaga dapat menimbulkan kerugian bagi individu atau masyarakat lain. Yang sangat memprihatinkan ternyata tayangan situs-situs porno di WARNET banyak ditemui dan dikonsumsi oleh siapa saja termasuk anak-anak di bawah umur. Hal ini merupakan ancaman yang membahayakan bagi peradaban manusia, bukan kemajuan yang terjadi tapi justru kehancuran moral yang akan  terbukti. Memang, tanpa teknologi perubahan sosial masyarakat akan berjalan lambat, tapi bila tidak dilandasi kekuatan moral dan spiritual kemajuan teknologi akan mempercepat kehancuran budaya. Bukan melahirkan manusia beradab tapi akan memunculkan manusia biadab.
            Mestizo Cultural adalah suatu proses pencampuran unsur kebudayaan yang mempunyai sifat dan warna yang berbeda. Gejala ini ditandai dengan adanya pola konsumsi yang berlebihan dan sikap pamer kekayaan antar masyarakat (materialistis dan hedonis).  Contoh maraknya teknologi handphone (ponsel) pada kalangan remaja dan anak-anak saat ini sungguh bagai jamur di musim hujan. Handphone dianggap sebagai barang penting dalam pergaulan sebagai ajang peningkatan prestise. Wajar bila handphone digenggam oleh tangan para remaja dan anak-anak orang elit di kota metropolitan tapi sungguh ironis ternyata handphone sudah banyak digenggam oleh remaja dan anak-anak dari kalangan masyarakat elit (ekonomi sulit) yang tinggal di pinggiran hutan. Memang lahirnya handphone dapat menjalin hubungan komunikasi yang mudah dan murah, efektif dan efesien. Tapi bila para penggunanya tidak didasari sikap moral dan kekuatan spiritual dapat menimbulkan ekses negatif yang sangat membahayakan peradaban. Contoh kasus yang pernah penulis dengar, ada seorang siswa SD kelas VI di daerah terpencil dari kalangan masyarakat kurang mampu. Dia membawa handphone ke sekolah. Ketika jam istirahat dia mengajak teman-temannya menyaksikan adegan syur (video porno) pada handphonenya di belakang sekolah. Ketika mereka rame-rame asyik menyaksikan adegan yang tak layak untuk dilihat anak usia sekolah dasar kepergok oleh penjaga sekolah kemudian dilaporkan kepada Kepala Sekolah. Handphonenya kemudian dirampas, Kepala Sekolah berikut guru-guru hanya mengusap dada sambil istighfar melihat adegan syur pada pesawat ponsel siswanya. Kemudian pihak sekolah memanggil orang tuanya. Ketika orang tuanya diberitahu, dia mengatakan bahwa tidak tahu ada adegan menjijikan pada handphone anaknya, bahkan kata dia jangankan tahu isi handphone memakainya juga dia tidak bisa. “Lalu mengapa Bapak membelikan handphone kepada anak Bapak?” tanya Kepala Sekolah. Dia menjawab anaknya tidak mau sekolah bila tidak dibelikan handphone, karena teman-teman sebayanya banyak yang memiliki handphone.
            Kasus seperti tersebut di atas sudah terjadi di desa terpencil di pinggiran hutan, apalagi di kota metropolitan barangkali kasus tersebut telah marak dikalangan anak-anak usia SD, para remaja siswa SMP dan SMA apalagi dikalangan intelektual muda para mahasiswa barangkali sudah hal yang biasa. Kita dapat membayangkan dampak negatif terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Kemajuan teknologi komunikasi dapat menghancurkan akhlak generasi, kemajuan ilmu dan teknologi tidak diimbangi kekuatan iman dan takwa, bukan berdampak positif justru berefek negatif, bukan membawa ke arah kemajuan tetapi menjerumuskan ke jurang kemunduran kembali kepada kondisi masyarakat primitif. Dahulu pakaian minim yang mempertontonkan aurat merupakan hal yang tabu bagi para gadis remaja di pedesaan, tapi kini rok mini menjadi busana yang digandrungi oleh para gadis remaja di pedesaan. Sifat lugu dan feminim mereka mulai luntur dan pudar, perubahan sosial ini terjadi akibat kecanggihan teknologi komunikasi yang lepas kendali. Masuknya jaringan listrik ke peloksok desa diiringi masuknya siaran TV dari berbagai chanel yang menayangkan berbagai perilaku masyarakat kota dan budaya mancanegara ternyata mempengaruhi perubahan sosial masyarakat pedesaan, hanya sayang budaya negatif lebih mudah ditiru daripada budaya positif.
            Quo vadis peradaban manusia bila perubahan sosial masyarakat mengarah kepada kerusakan moral. Krisis ekonomi global dewasa ini telah mengguncang kestabilan sosial, sehingga telah meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan. Tapi krisis akhlak dan dekadensi moral akibat pengaruh teknologi komunikasi yang lepas kendali sungguh lebih membahayakan bagi peradaban manusia. Semoga hal ini menjadi perhatian semua pihak agar bersama-sama mengantisipasi dan mencari solusii untuk mengatasinya. Sebab sejarah perjalanan hidup manusia telah membuktikan, bahwa faktor penyebab kehancuran dan kebinasaan masyarakat masa silam adalah karena rusaknya moral dan peradaban ***