Rabu, 08 Juni 2011

Pendidikan Berwawasan Budi Pekerti


Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN Jati 1 Batujajar Bandung Barat
Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 Amandemen, menugaskan kepada pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur oleh undang-undang. Salah satu penjabaran dari isi pasal tersebut di atas tertuang dalam TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang menyatakan “ Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang menekankan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan spiritual serta amal kebajikan.
            Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 3 ditegaskan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdeskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.  
            Sejalan dengan isi UU diatas maka lahir Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 adalah memantapkan pendidikan budi pekerti dalam rangka pembinaan akhlak mulia termasuk etika dan estetika sejak dini di kalangan peserta didik dan pengembangan wawasan kesenian, kebudayaan dan lingkungan hidup.
            Ditegaskan pula dalam Visi Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009, Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025, bahwa “Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar yaitu :
  1. Dimensi afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budu pekerti luhur serta kepribadian unggul dan kompetensi estetis.
  2. Dimensi kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
  3. Dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinsestetis.
            Sesuai dengan amanat peraturan perundangan tersebut di atas maka idealnya seluruh komponen tenaga pendidikan pada semua jenjang dan jenis lembaga pendidikan hendaknya mengupayakan terciptanya  pribadi-pribadi adilungan, berakhlak mulia dan berbudi pekerti terpuji.
            Untuk mencapai tujuan mulia di atas jelas tidak mudah, apalagi pada era dimana mayoritas masyarakat cenderung lebih mementingkan hal-hal yang bersifat materialistik, hedonistik, upaya untuk mencapai tujuan mulia di atas sungguh sangat berat dan sulit.
            Oleh karena itu diperlukan kesatupaduan pandangan, persepsi dan komitmen semua pihak terkait dengan bidang pendidikan yang didukung oleh tekad yang kuat, kebijakan yang konsisten, pelaksanaan yang konsekuen didukung oleh sarana prasarana yang memadai. Hal yang sangat esensial untuk tercapainya tujuan dan cita-cita di atas adalah keteladanan pemimpin, guru, orang tua dan pembiasaan peserta didik berbudi pekerti luhur sejak usia dini.
            Sebelum membahas langkah-langkah yang mesti ditempuh untuk membina generasi berbudi pekerti, perlu kita pahami apa yang dimaksud budi pekerti. Budi Pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tingkah laku, akhlak dan watak. Budi merupakan alat batin yang memandu akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk, benar salah, watak, perbuatan, daya upaya dan akal sehingga menentukan kualitas diri  seseorang yang tercermin dalam ucapan dan perbuatannya. Budi pekerti berkaitan erat dengan sikap dan perilaku dalam hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan alam sekitar.
            Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa budi pekerti berkaitan erat dengan adab yang menunjukkan sifat batin manusia, misalnya keinsyafan tentang kesucian, kemerdekaan, keadilan, ketuhanan, cinta kasih dan kesosialan.
            Nilai-nilai budi pekerti antara lain meliputi : adil, amanah, antisipasif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berpikir jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bijaksana, cerdas, cermat, cinta ilmu, dedikasi, demokratis, dinamis, disiplin, efesien, efektif, empati, gigih, giat, hemat, hormat, hati-hati, harmonis, iman, ikhlas, istighfar, inisiatif, inovatif, jujur, kasih sayang, keras kemauan, ksatria, komitmen, konstruktif, konsisten, kooperatif, kreatif, lapang dada, lemah lembut, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, menghargai, menjaga, nalar(logis), optimis, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, percaya diri, produktif, proaktif rajin, ramah, rasa indah, rasa malu, rasional, rela berkorban, rendah hati, sabar, saleh, setia, sopan santun, sportif, susila, syukur, takwa, taat, teguh, tangguh, tanggungjawab, tawakal, tegar, tegas, tekun, tenggang rasa, terbuka, tertib, terampil, tekun, tobat, ulet, unggul, wawasan luas, wirausaha, yakin.
            Nilai-nilai budi pekerti di atas mudah untuk diucapkan tapi sulit diamalkan. Seorang pendidik untuk menjelaskan nilai-nilai tersebut di atas tidak memerlukan waktu yang relatif lama, satu atau dua kali tatap muka dengan peserta didik dapat dengan mudah menjelaskannya. Tapi apabila nilai-nilai budi pekerti tersebut di atas ingin nampak dalam kepribadian sehari-hari memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk merealisasikannya memerlukan manajemen dalam arti memanfaatkan dan memberdayakan segala sumber daya manusia dan benda secara efektif, efesien, kontinyu dan konsisten.
            Implementasi Manajemen Sekolah Berwawasan Budi Pekerti hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan integral sistemik. Perangkat-perangkat yang ada meliputi perangkat keras (hardware) seperti sarana dan prasarana sekolah, perangkat lunak (software) seperti kurikulum, media pembelajaran, dan perangkat pikir (brainware) seperti kemampuan pengembangan pemikiran, tidak bisa berdiri sendiri, terpisah satu dengan lainnya, tetapi semuanya harus saling terkait dan saling mendukung.   Bila ketiga perangkat tersebut tidak disinergiskan dan bersifat farsial maka penanaman nilai-nilai budi pekerti dalam kepribadian sehari-hari pada peserta didik sulit direalisasikan.
            Penciptaan situasi dan kondisi sekolah yang kondusif hendaknya terwujud dalam rangka  mendukung terbentuknya perilaku dan tindakan siswa yang berakhlak mulia,berbudi pekerti luhur. Secara umum, suasana kondusif itu terkait dengan teraplikasinya dimensi-dimensi dasar manusia, yang meliputi :
  1. Dimensi fisiologis yaitu tekait dengan penampilan (performance) fisik guru dan stap yang setiap hari menjadi perhatian  siswa.
  2. Dimensi intelektual, menunjukkan kemampuan nalar guru untuk menjawab segala pertayaan yang diajukan siswa.
  3. Dimensi emosional, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dan berempati kepada siswa.
  4. Dimensi spiritual, yaitu nampaknya sifat-sifat keimanan dan ketakwaan dalam ucapan dan tindakan guru
  5. Dimensi sosial yaitu kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa sehingga merangsang sikap simpatik siswa kepada guru.
            Berhasil tidaknya membentuk kepribadian siswa yang memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur sangat tergantung pada niat, tekad dan kesungguhan serta keikhlasan dari semua pihak : Kepala Sekolah, Guru, dan stakehoder lainnya (orang tua, masyarakat dan pemerintah). Perlu kiranya semua pihak mengakui bahwa dewasa ini kepribadian siswa sangat memprihatinkan, sulit kita menemukan para siswa dari mulai siswa TK sampai mahasiswa di Perguruan Tinggi yang memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, bahkan sebaliknya terlalu banyak kita saksikan generasi muda kita yang mengalami dekadensi moral. Kondisi ini perlu perhatian serius dari semua pihak dan harus dicari solusi untuk mengatasinya. Harus kita yakini bersama bahwa kehancuran kehidupan masyarakat suatu bangsa penyebab utamanya adalah kehancuran akhlak dan moral masyarakat bangsa tersebut. Sebelum negara kita mengalami kebangkrutan marilah kita antisipasi dengan cara semua pihak : sekolah, masyarakat, dan aparat pemerintah berusaha menjadi uswatun hasanah bagi generasi penerus bangsa. Kita warisi mereka dengan nilai-nilai akhlak mulai dan budi pekerti luhur. Seluruh komponen bangsa tidak boleh berpangku tangan dan apatis menyaksikan fenomena nilai-nilai akhlak mulia yang semakin sirna dalam kehidupan nyata.
Salah satu penyebab lunturnya nilai-nilai budi pekerti mulia adalah kurangnya figur keteladanan dari para orang tua, guru, pejabat pemerintah dan masyarakat umum.
Perlu kita sadari bahwa :
“Mewarisi generasi dengan budi pekerti terpuji lebih mudah daripada mewarisi mereka dengan materi duniawi.”
“Meneladani generasi muda dengan akhlak mulia lebih utama daripada memberikan harta benda”
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar