Oleh : Dedi Suherman
Guru SD Negeri 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat
Jujur perlu kita akui dan kita syukuri bahwa kekayaan alam negara kita sungguh luar biasa serba ada. Potensi sumber daya alam tersedia dimana-mana. Tanah yang subur dapat ditumbuhi berjuta aneka jenis flora, hutan belantara ditumbuhi aneka kayu berkualitas tinggi dan dihuni berbagai jenis fauna liar. Air yang mengalir di sungai, dan yang menggenangi danau dapat mengairi ratusan juta hektar lahan pertanian dan perkebunan. Begitu juga lautan yang luas mengandung ribuan jenis ikan dan potensi air lainnya. Di dalam perut bumi terdapat berbagai bahan tambang dan mineral. Iklim, cuaca dan suhu udara sangat ideal karena berada di daerah khatulistiwa yang beriklim tropis. Tapi mengapa semua ini sampai saat ini belum mampu membuat mayoritas penduduk negeri ini hidup sejahtera terpenuhi kebutuhan dasar sandang, papan dan pangan? Prosentase masyarakat miskin dan di bawah garis kemiskinan masih terbilang tinggi, kasus rawan pangan, gizi buruk dan busung lapar selalu mengisi berita setiap waktu.
Padahal bila kita membaca isi UUD 1945 Bab XIV Pasal 33 ayat 2 dan 3 berbunyi : (2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. (3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Mengapa redaksi konstitusi belum terbukti? Mengapa isi Undang-Undang masih dalam angan-angan? Mengapa kemakmuran mayoritas penduduk negeri belum terbukti?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tentu memerlukan jawaban. Kondisi yang selama ini dialami perlu ada solusi. Menurut pengamatan penulis ada beberapa faktor penyebab kesuburan belum melahirkan kemakmuran, yaitu :
- Isi UUD 1945 Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, baru enak dibaca tapi masih enek dirasa.
Kita dapat menyaksikan dengan kasat mata bahwa sistem perekomonian yang dilaksanakan di republik ini menerapkan sistem kapitalis liberal yang sangat bertentangan dengan isi UUD 1945. Kemakmuran dan kesejahteraan hidup dalam sistem kapitalis liberal hanya dicicipi dan dinikmati oleh para pemilik modal dan pemegang saham. Sistem kapitalis melahirkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang kaya semakin kaya sedangkan yang sengsara semakin menderita. Penyebabnya karena bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuaran konglomerat dan para pejabat. Dengan menerapkan sistem ekonomi kapitalis liberal maka penulis punya asumsi bahwa sekitar 80 % dari hasil pengolahan kekayaan alam di negeri ini hanya dinikmati oleh sekitar 10 % warga Negara pemilik modal atau pemegang saham. Sedangkan 90 % penduduk negeri ini hanya mencicipi hasil kekayaan alam Negara sekitar 20%. Sungguh kesenjangan yang sangat panjang dan lebar. Untuk membuktikan asumsi ini silahkan tanyakan kepada para pakar ekomoni yang kompeten. Penulis tidak memiliki data akurat tepat untuk memaparkannya. Hanya sebagai contoh sederhana bagi masyarakat awwam, kita dapat membuktikan dalam kegiatan ekonomi sehari-hari. Bukankah di kota-kota besar berbagai Mall Raksasa berdiri dengan megah dan mewah dihampir seluruh pusat kota yang strategis? Melibas keberadaan pasar-pasar tradisional. Lalu siapakah para pedagang yang menghuni Mall Raksasa itu? Siapa pula penanam modal dan pemilik saham yang mendirikan Mall raksasa itu? Jelas para kapitalis yang memiliki modal raksasa. Kemanakah para pedagang kecil yang bermodal dengkul? Jelas tergusur dan terpinggirkan. Bahkan contoh yang lebih serakah lagi, kita dapat melihat dengan kasat mata dewasa ini para kapitalis berlomba membuat mini market bagaikan jamur dimusim hujan sampai ke pelosok desa. Harga barang di mini market jelas lebih murah dibanding harga barang di kios-kios warung kecil milik pedagang dekil. Akibatnya, tidak sedikit pedagang kecil bangkrut, gulung tikar karena kehilangan pelanggan kalah bersaing dengan mini market milik konglomerat.
- Konsep perekonomian kerakyatan yang diprogramkan oleh pemerintah, seperti program UKM (Usaha Kecil dan Menengah), Koperasi dan lainnya belum begitu terbukti terealisasi.
Berbagai kredit ringan tanpa agunan yang dikucurkan oleh pemerintah kepada kelompok ekonomi masyarakat kecil, disinyalir banyak diselewengkan oleh para pejabat birokrasi dan pengurusnya. Sering terdengar ada kelompok usaha kecil fiktif, ada pengurusnya tapi tidak ada yang diurusnya. Sehingga ketika dana kredit dikucurkan entah kemana disalurkan? Kalaupun dana kredit itu betul diterima oleh anggota kelompok UKM tetapi tidak sedikit dana tersebut digunakan secara tidak tepat dan akurat, karena masyarakat penerima kredit tidak memiliki program usaha yang jelas dan tidak memiliki keahlian yang memadai. Akhirnya, berbagai program pendanaan untuk modal usaha kecil bagi masyarakat, misalnya UED (Usaha Ekonomi Desa), BUMDES (Badan Usaha Milik Desa), Raksa Desa, Lumbung Desa dan lain-lain tidak berkembang malah banyak lenyap menghilang. Bahkan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri pun, siapa tahu hanya sukses dalam iklan di TV, padahal dalam relitanya tidak terbukti, karena dananya banyak dikorupsi oleh para pejabat birokrasi.
- Aset kekayaan Negara banyak dikuasai dan dikelola oleh para kapitalis
Identitas liberal kapitalistik semakin nyata dan terbukti dan terbukti di negeri ini dengan berbagai produk aturan yang liberal. Kendali kebijakan ekonomi di tangan ekonom yang bermazhab neoliberal yang memasarkan resep Konsesus Washington dengan privatisasi, liberalisasi dan deregulasi. Privatisasi dilakukan dengan menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada pihak swasta asing. Kemudian peran pemerintah atau Negara dalam ekonomi semakin terkikis dan diserahkan kepada mekanisme pasar sebebas-bebasnya karena dianggap distorsi terhadap pasar. Libelarisasi dilakukan dengan menghilangkan proteksi dan subsidi. Selanjutnya, investasi asing masuk dengan fasilitas yang mudah dan luas tanpa batas. Akibatnya, keuntungan dari pengolahan kekayaan alam milik Negara sebagian besar dimiliki dan dinikmati oleh para pemilik modal dan pemegang saham yang nota bene orang asing. Masyarakat bangsa ini hanya memiliki dan mencicipi sebagian kecil dari hasil mengelohan kekayaan alam. Maka wajar penduduk negeri ini bagai tikus mati di lumbung padi.
- Kelemahan iman, takwa dan kufur nikmat.
Faktor keempat ini adalah penyebab utama yang mengakibatkan krisis multidimensi di negeri ini. Walaupun betul mayoritas penduduk negeri kita mengaku beriman kepada Allah dan memeluk agama Islam, tapi jujur kita akui bahwa sebagian besar nilai-nilai luhur syari’at Islam belum diterapkan dalam tatanan kehidupan sosial, ekonomi, politik dan pemerintahan. Faktor penyebab point 1, 2 dn 3 pun merupakan akibat dari lemahnya iman, takwa dan kufur nikmat. Bahkan dalam bidang akidah (keyakinan) dan ibadah ritualpun sungguh banyak penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat bangsa yang mengaku muslim. Bila kondisi ini tidak diperbaiki, pasti janji Allah terbukti. Allah berfirman : Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Q.S. Al A’raaf: 96. Dalam ayat lain Allah berfirman : Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Q.S. An Nahl : 112
Maka solusi yang pasti untuk mengatasi krisis ekonomi yang kini terjadi, cara utama untuk terciptanya kesejahteraan bersama adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan dalam segala aktifitas kehidupan, serta menghindari berbagai bentuk kekufuran.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar